Akhirnya sas sus pergantian Kabinet Kerja Jilid II terjadi sebagaimana desiran isu yang berkembang sejak awal Januari terbukti dengan pengumuman Resuffle Kabinet Kerja Jiid II oleh Presiden Jokowi pada pagi hari ini Rabu 27/07/2016 diteras belakang di istana Merdeka Jakarta Presiden Jokowi didampingi Wapres Yusuf Kalla dan Menseskab Pramono Anung menunjuk 12 Menteri dan Kepala BKPM baru menggantikan pejabat sebelumnya dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Ada beberapa nama-nama menteri yang menduduki pos Kementrian merupakan wajah-wajah baru tapi aroma lama seperti Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan Kabiinet Indonesia Besatu Presiden SBY dan Wiranto (Menkopolkam Kabinet Persatuan Nasioanal Presiden Abdurrahman Wahid)
Wajah baru karena rotasi pos kementrian seperti Luhut B Panjaitan (Menteri Maritim) sebelumnya Menko Polhukam,dan Thomas Trikasih Limbong (Keplala BKPM) sebelumnya Menteri Perdagangan),Bambang Brojonegoro (Menteri PPN/Kepala Bappenas) sebelumnya Menteri Keuangan dan Soyan Jalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN) sebelumnya Menteri PPN/Kepala Bappenas.
Dan pendatang baru ,bener-bener gres dan seger karena baru pertama kalinya menyandang jabatan menteri seperti Enggarliasto Lukito (Menteri Perdaganagn) ,Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Eko Putro Sanjoyo (Menteri Desa PDTT),Budi Karya Sumadi, (Menteri Perhubungan) Arcanda Tahar( Menteri ESDM) ,Asman Abnur (PAN RB).dan Muhadjir Effendy,( Menteri Pendidikan dan Kebudayaan)
Antara Politk Akomodasi dan Politik Transakssional
Banyak kalangan menduga sebelumnya bahwa Resuffle Kabinet Kerja Jilid II adalah Resuffle Akomodasi dibandingkan meningkatakan percepatan pembangunan sebagiamana motto Kabinet Kerja yang sejak awal didengungkan Jokowi
Jokowi harus menerima kenyataan varian politik Indonesia sejak jaman Bung Karno ,Suharto,Habibie,Gus Dur,Megawati dan SBY dengan istilah Kabnet Pelangi.Seorang menduduki menteri dengan dukungan kuat partai politik merupakan salah satu faktor penentu karena sangat riskan dan mudah oleng karena dinamika politk Indonesia belum sematang negara-negara lain.
Gagasan yang diusung sejak kampanye Pilpres dan saat membentuk Kabinet Kerja dengan memperbanyak kalangan profesional makin lama seiring dnegan perjalanan waktu ,pos-pos menteri yang ditempati kalangan profesional makin kecil,porsinya terbukti banyaknya makin banyak menteri dari kalangan profesional diganti
Pengalaman Jokowi diawal menjadi Presiden dengan kekuatan minoritas di parlemen menyebabkan kondisi politik tidak menguntungkan dengan ketegangan-ketegangan yang terjadi menyebabkan lprogram kerja yang sudah direncakan menjadi terhambat karena ridak kondisifnya situasi politk di parlemen.
Dengan menampung partai politik -partai politik pendukung baru maka makin memperkuat posis bargainingi pemerintahan di Parelemen dalam rangka memperkuat dan mempermudah program-program pemerintah dari hadangan anggota parlemen dari parpol-parpol yang tak masuk Kabinet Kerja .
Sangat menarik masuknya dua kader Partai Golkar Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian) dan Enggartiasto Lukito(Menteri Perdagangan) serta Asman Abnur (Menteri PAN/RB) dalam gerbong Kabinet Kerja ,Jokowi -JK, oleh karena Partai Golkar dan PAN saat Pilpres 2014 menjadi partai pendukung Prabowo- Hatta
Maka tidak salah asumsi dan argumentasi banyak pihak terbukti benar bahwa Presiden Jokowi mengakomodasi dukungan Partai Golkar dan PAN dengan memberikan kursi menteri kepada dua parpol baru pendukunggnya.
Memang tidak salah langkah Presiden Jokowi mengakomodasi kader Partai Golkar dan PAN menjadi menteri dalam Kabinet Kerja hasil resuffle jili II,karena jabatan menteri adalah jabatan politk tentu pertimbangan-pertimbangan politik menjadi salah satu kreiteria dalam memilih meneterinya.
Dengan masuknya menteri-menteri dari kader Partai Golkar dan PAN secara otomatis kekuatan dukungan suara di perlemen semakin kuat jauh lebih solid gabungan KIH dan pendukung baru Partai Golkar dan PAN sehingga memliliki suara mayoritas di parlemen.Sementara kekuatan penyeimbang di parlemen tinggal Partai Gerindra ditemani PKS.
Terpilihnya Muhadjir Effendy menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Anies Baswedan dapat dibaca Presiden Jokowi menggunakan Politik Akomodasi ,politk yang pernah digunakan pemerintahan Orde Baru pada awal 1980-an
Politik Akomodasi yang diterapkan Presiden Jokowi sebagiamana disebut Bachtiar Effendi (1998) adalah Politik Akomodasi Islam , dengan menempatkan kader dua ormas Islam NU dan Muhammadiyah menemapati posisi menteri,,
Basanya kader NU menempati posisi Menteri Agama dan Muhammadiyah menempati pos Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.Seperti diketahui dalam jajaran Kabinet Kerja Jokowi JK sangat minim kader Muhammadiyah yang menjadi menteri.
bersambung
Karangnangka 27 Juli 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Institut Studi Pedesaan dan Kawasan.
0 comments:
Post a Comment