Artikel Terbaru

Tuesday, October 11, 2016

Catatan Kang Mul Seminar Bahasa Penginyongan Menimbang Upaya Pelestarian Bahasa Bahasa Jawa Di Jawa Tengah Oleh:Drs.Pardi Suratno,M.Hum Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah


Seolah kondisi itu dibiarkan semakin merosost dan terus merosot yang ditandai oleh semakin berkurangnya masyarakat yang mampu dan mau menggunakan bahasa daerah , termasuk juga semakin memudarnya masyarakat yang mau dan mampu bersikap sesuai dengan budaya lokal, yakni bahasa dan budaya Jawa. Dan kondisi itu, muncul keinginan untuk mengembalikan bahasa Jawa pada kondisi seperti tempio dulu., setidaknya menedekati pemakaian bahasa Jawa pada masa lalu.

Dalam beberapa tahun ini dalm setiap kesempatan yang membahas bahasa dan budaya daerah (khususunya di Jawa Tengah ketika membahas kondisi dan pembelajaraan bahasa Jawa) entah itu berupa diskusi, sarasehan, seminar, dialog, maupu lokakarya, selalu diwarnai sikap kecewa terhadap kehidupan bahasa dan budaya yang semakin merosot.

Keinginan untuk melestarikan bahasa Jawa harus dilakukan dalam dua hal sebagai pilar utama. Pertama sebagai representasi negara berkewajiban memelihara budaya bangsa , pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota mengambil langkah yang terencana ,terarah dan terukur. Dalam kaitan ini, pemerintah provinsi Jawa tengah telah cukup memadai menerbitkan regulasi atas pelestarian bahasa Jawa. yakni melalui Peerda,Pergub, Surat Edaran, dan sejumlah peraturan yang ditetapkan oelh lembaga dibawahnya. Karena regulasi sudah baik, yang perlu dilakukan adalah tindakan riil atas pelaksanaan regualsi tersebut.

Kedua, adalah keinginan dan kemauan masyarakat Jawa Tengah. Jika keinginan dan kemauan masyarakat dapat menyatu pelaksanaan regulasi akan berhasl dengan baik. Pada saat ini dapat dilihat keinginan pemerintahmasih belum bersifat masif atau utuh. Sebagai misal, pelestarian bahasa Jawa yang baik adalah melalaui pendidikan sekolah. Dalam hal ini, beberpa titik kelemahan yang tidak dapat diantisipasi dan penanganan dari pemerintah sebagai representasi negara, antara lain, adalah pengadaan tenaga pendidik atau guru bahasa Jawa. Pengadaan guru tidak mendapatkan perhatian pemerintahprovinsi, kabupaten/kota dan pengadaan bahan atau media penunjangg belum dipikirkan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Kondisi ini dapat membuat lembaga penyedia tenaga guru kehabisan energi atau berputus asa (kemerosotan animo masukke program stufi pendidikan bahasa/daerah)
Penanganan pendidikan bahasa Jawa yang kurang memadai menimbulkan sikap ragu-ragu dan pesimistis yang semakin terbuka bagi generasi muda untuk turut melestarkan bahasa Jawa. Dalam konteks ini, kmerosostan minat memasuki pendidikan guru bahasa daerahmerupakan dampak dari isu kurikulum 2013 yang menjadi penyebab dunia kelam pengajaran bahasa daerah (bahasa Jawa). Program studi pendidikan bahasa Jawa yang semula dapat diharapkan sebaga ejmbatan dan peluang memperoleh kesempatan mengajar di sekolah secara tiba-tiba jatuh ke titik yang sangat memilukan, misalnya terjadi penurunan jumlah mahasiswa yang drastis dan hampir-hampir tiada layak dipertahankan program studi tersebut jika dirasionalisasi antara jumlah dosen dan mahasiswa sebagai ukuran Hal itu terjadi di prodi pendidikan bahasa Jawa di Universitas Sebelas Maret, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Universitas Widya Darma Klaten, Universitas PGRI Semarang, dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Saya berpendapat sesuai dengan harapan dan keluhan masyarakat atas pelestarian bahasa daerah yang terncana, bersama-sama, terukur, dan terevaluasi perlu mendapat penanganan olleh pemerintah provinsi-kabupaten/kota. Para pejabat pemerintah sebagai pengemban dan penjaga amanat moral dalam pelestarian bahasa Jawa, bukan wacana yang hanya bertujuan mengihbur atau meredam keresahan masyarakat atas semakin merosotnya pemakaian bahasa Jawa.,Satu hal yang perlu dicatat adalah perlunya pemahaman yang serius dari penyelenggara pemerintahan atas dominannya budaya kapitalis. Dalam konteks kapitalis semua tindakan harus diukur dari untung dan rugi secara ekonomi. Tidak pernah ada pihak kapitalis dalam konteks ini pengusaha atau pemilik modal swasta bersedia melakukan tindakan tidak bernilai ekonomi.Pelestarian bahasa dan budaya lokal tidak memberikan keuntungan secara kapitalis.

Oleh sebab itu, tidak boleh pemerintah dan masyarakat mengharapkan atau mengandalkan kehadiran swasta atau pemilik modal dalam pelestarian bahasa dan budaya Jawa. Untuk itu ketika pihak kapiitalis tidak mengambil peran dan peluang karena pertimbangan ekonomi, pemerintah harus mengambil bagian utama dalam menangani bahasa dan budaya lokal.Sebagai misal , masyarakat kitasduah tidak memiliki pemahaman kosa kata bahasa Jawa secara memadai .Akibatnya, untuk berbicara dalam bahasa Jawa seseorang tdak memiliki kosa kata bahasa Jawa yang cukup. Sementara itu, bacaan berbahasa Jawa di Jawa tengah hampir-hampir tidak ada sama sekali. Masyarakat tidak mendapatkan bahan untuk belajar menambah dan memperkaya kosa kata bahasa Jawanya.

Dalam kontek ini dbutuhkan adalah kehadira majalah berbahasa Jawa, Surat kabar berbahasa Jawa, bacaan sastra yang berkualitas, dan terbitan Jawa lainnya yang dikemas sesuai dengan semangat dan sifat masyarakat Jawa dewasa ini. Saya mengambil contoh, Edaran Gubernur Jawa Tengah untuk sehari berbahasa Jawa bagi pegawai pemerintah pada hari Kamis, pada dasarnya sebagai langkah yang tepat dalam pelestaria budaya lokal. Akan tetapi dalam pelaksanaanya kurang mempertimbangkan kondisi atau kecakapan pegawai pemerintah dalam berbahasa Jawa. Akibatnya,tidak ada evaluasi, penangan,, dan kebijakan penunjang yang emmadai untuk menciptakan pegawai mahir berbahasa Jawa. salah satunya tidak ada bacaan berbahasa Jawa yang dapat digunakan sebagai latihan atau "gladhen" berbahasa Jawa.
Saya meminta pemeritah provinsi harus menerbitkan majalah berbahasa Jawa dan sehjenisnya secara memadai dalam jumlah yang cukup dan didistribusikan kepada masyarakat luas. Jika kondisi penananganan sudah terbangun, tidak mustahil masyarakat akan memberi dukungan yang memadai untuk kebijakan lanjutan , mislanya sehari berbahasa Jawa bagi masyarakat Jawa Tengah, yakni bagi keluarga dan lembaga swasta di Jawa Tengah.Jika peran pemerintah ini mencapai dampak yang bagus dan berhasil, tidak tertutup kemungkinan pihak pemilik modal dan kalanga swasta akan tertarik untuk enerbitkan majalah atau koran berbahasa Jawa.

Pada gilirannya, masyarakat Jawa Tengah akan merasa percaya diri ketika dirinya mampu atau mahir berbahasa Jawa Kemahiran berbahasa Jawa dipandang bukan sebagai bahasa masyarakat kelas dua., tetapi kemahiran tersebut sebagai gambaran pribadi yang cerdas., berbudaya , dan tinggi budi bahasanya,. Selanjutnya, tidak tertutup kemungkinan akan emmbangun budaya masyarakat yang merasa malu ketika tidak mampu berbahasa Jawa secara memadai.
Semua harus menyadari bahasa Jawa adalah wadah budaya Jawa. Oleh karena itu suburnya pemakaian bahasa Jawa akan berdampak pada suburnya masyarakat berpikir dan berprilaku atas dasar nlai-nilai budaya Jawa. Sebaliknya, merosostnya pemakaian pemakaian bahasa Jawa tanda semakin merosotnya pemahaman dan perilaku masyarakat atas niali-nilai budaya Jawa. Terkait dengan paradigma pemikiran seperti itu,mulai sekarang sebaiknya,lembaga pemerintah, masyarakat (baik individu maupun kelompok) mengambil peran nyata dalam pelestarian budaya Jawa. Bukan waktunya lagi semua pihak hanya turut membangu wacana , terlebih lagi untuk mengeluh.,atas kondisi bahasa Jawa yang tidak emadai lagi pada dewasa ini.

Sekecil papaun dan sesuai dengan kemampuan, kekuatan dan kewenangan masing-masing pihak harus dimanfaatkan untuk turut andil dalam pelestarian bahasa dan budaya Jawa. Pada saat ini merupakan titik waktu yang sangat menentukan dalam perjalanan bahasa Jawa ke depan. Dewasa ini masyarakat yang memliki kepedulian terhadap budaya lokal rata-rata sudah berada pada usia 55 tahun.Dalam dua dekade ke depan jumlah mereka semakin merosost. Untuk itu, mari kita bekerja bersama-sama untuk mengambil bagian dalam pelestarian bahasa Jawa., kita harus bekerja secara berjamah dalam penanagan bahasa dan budaya Jawa.

Kita dapat bertemu bersama lintas lembaga untuk berbagi peran dalam penanagan bahasa Jawa.Sebagai misal, Dinas Pendidikan mengambil dan diserahi mandat penanagan di bidang apa. Dinas Kebudayaan mengambil peran dibidang apa. Dewan Kesenian diberi tanggung jawab peran pada penanganan bidang apa, perguruan tinggi mendapat tugas dan peran apa, LSM diberdayakan seperti apa., Balai Bahasa dapat memberi dukungan apa, dan sebagainya, Kita duduk bersam, berjmaah, merencanakan kerja secara bersama-sama dan merencanakan perna dan tanggung jawab masing-masing yang dapat dikontrol bersam dan sejenisnya.

Jika sikap yang utuh dan kesadaran unutk bekerja bersama-sama itu dapat menjadi paradigma semua pihak, kita meyakini secara pasti pemakaian bahasa Jawa akan semakin membaik. Kelemahan kita dewasa ini, kadang-kadang memlih bekerja secara sendiri-sendiri sehingga hasilnya tidak tampak. Hanya kelelahan dan penggunaan dana yang tidak memberi dampak positif, bahkan dapat membuat seseorang atau lembaga frustasi yang akhirnya berputus asa serta menyerah dan mengakui gagal.
Saya matur secara objektif dan dalam bahasa yang sederhana apa anane, ora dhakik-dhakik karea merefleksikan kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan budaya saking khawatir masyarakat terhadap situasi yang membawa bahasa Jawa semakin merosot, saking ketakutan masyarakat pada saat ini bagaimana kelak jika orang-orang yang memiliki perhatian terhadap bahasa Jawa semakin berkurang. maka dari iru, saya menegaskan perlunya:
(1) bekerja secara bersama-sama dan berjamaah serta pembagian peren yang terencana, terukur dan terkontrol (dievaluasi tingkat hambatan dan keberhasilannya
(2) Pemerintah harus mengabil peran utama dalam penanganan bahasa dan budaya Jawa sebagai tanggung jawab moral , sebagai penjaga nilai-nilai budaya lokal.
(3) Masyarakat harus memberi dukunganriil dalam peran-peran yang dimilikinya dan
(4) Saiyek Saeka Praya dari semua pihak yang emgakui bahwa pelestarian bahasa Jawa adalah tanggung jawabnya dalam menciptakan generasi masa kini dan masa depan yang berbudaya tinggi, yakni generasi yang memliliki sikap hidup harmoni (saling menghormati dalam keberagaman), solidaritas tinggi terhadap sesama, tertib sosial, taat hukum, emnghargai lingkungan hidup bersih, menghargai perbedaan, intelek atau cerdas, dan tinggi budi bahasa.

Pada intinya, kita berharap lahirnya generasi Jawa yang berjiwa "memangun karyenak tyasing sesama linambaran andhap asor, rila legawa, rurkun, berpikir positif, kanggo nggayuh urip muly lan kanugrahaning Gusti Allah kang Maha Mirah lan Kasih. Kula sampun nglontaraken ide ingkang baku utawa poko 'mendasar' sarasehan lan nyata riil , salajengipun, kula gandhah pangajab narasumber ing sarasehan punika kersa ngaturaken pamawas ingkang sipatipun praktis. Kajawi punika saenipun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah saged minangka inisiator saha koordinator kangge meranana langkah-langkah saha aplikasi pelestarian bahasa Jawa. Saeba saenipu menawi Disbudpar Jawa tengah kersa ngadani pertemuan koordinatif kaliyan pemerintah kabupaten/kota ing Jawa tengah kanthi panagjab pelestarian bahasa Jawa anthi jaamaah sageddipunleksanaaken, linambaran seesanti "ana prekara padha dirembug , ana gawe padha disengkuyung bareng"

Lahirnya Perda No,9 Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara sangat besar berdampak dalam pelestarian bahasa Jawa.Perda itu melahirkan sejumlah kebijakan dan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.Dalam paparan ini saya harus emngatakan bahwa pelaksanaan masih perlu ditingkatkan dengan memahami tujuan yang hendak dicapai dalam pengembangan, perlindungan , dan pembinaan bahasa, yakni adanya asas mafaat dan dilakukan secara sistematis, terarah, terencana dan berkelanjutan

Kita perlu menanyakan apakah manfaat atas pengembangan dan pembinaan bahasa Jawa sudah dirumuskan secara terinci?.Kemudian apakah kegiatan sudah terencana dan terukur? Terukur, terencana dari kegiatan apappun akan mengarahkan pada tujuan kualitatif dan kuantitaif.Padahal tujuan dalam Perda No.9 tahun 2012 ini terumuskan secra bagus dan idealis , yakni menggali niali-nilai budaya dalam bahasa, sastra dan aksara Jawa dan emndayagunakan bahasa, sastra dan aksara Jawa untuk pembangunan karakter dan budi pekerti.Dilihat dari manfaat pembelajaran atau pemanfaatan bahasa daerah, tidak ada alasan untuk tidak menangani pelestarian dan pembinaan , termasuk pembelajaran bahasa Jawa secara memadai dan bermartabat.

Karangnangka 19 April 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Institut Studi Pedesaan dan Kawasan

0 comments:

Post a Comment