Sejak mangung terakhir kalinya pada tahun 1984 di acara peringatan
ulang tahun sebuah organisasi kepemudaan di rumah putra keduanya Sasmito
Desa Karangnangka ,Ki Dalang Sentel berangsur angsur kesehatannya
mulai menurun seiring dengan bertambah usianya yang mulai senja.
Beliau tak sekuat dulu lagi melanglangbuana bersama nayaga dan sindennya menyusuri desa ke desa,kota ke kota, antar kabupaten .Diusia senjanya meski sudah tak mendalang lagi namun tak meninggalkan seni wayang kulit yang telah membesarkan namanya,
Ki Nawan Patmomihardjo tetap berkiprah dengan memberi saran dan nasehat kepada murid-muridnya yang datang berkunjung kerumah berdiskusi tentang seni pedalangan dan membagi pengalaman selama manggung.
Beliau juga masih menjadi rujukan sahabat-sahabat dalang di esk karesidenan Banyumas dan sekitarnya dengan bertukar pikiran membahas perkembangan jagad pakeliran memberikan sumbangsih pemikiran dan gagasan lewat organisasi Pepadi maupun perseorangan.
Ki Nawan Patmomihardjo sangat menyadari ditangan sahabat-sahabatnya dan dalang generasi baru kelangsungan dan perkembangan kesenian wayang kulit ada ditangannya, Ia ingin mewarisi seluruh ilmu dan pengalaman yang dimiliki dibagi untuk menambah bekal bagi penerusnya.
Beliau sudah membaca zaman,pada masa yang akan datang akan terjadi perubahan dan dinamika kesenian wayang kulit seiring dengan perkembangan jaman ,
Menjadi dlang kondang pada jaman dahulu tak sehebat dengan dalang pada masa kini karena dalang pada masa Ki Nawan Patmomihardjo tidak bisa diandalkan secara ekonomi,Profesi dalang pada saat itu lebih bersifat sosial dengan peran kesenian wayang kulit mnejadi saran tuntunan (dakwah) dan tontonan.
Sebagai seorang dalang sepuh yang malang melintang menekuni dunia pedalangan sejak manggung pertama kalinya menerma bayaran di tahun 1932 pada usia 21 tahun sampai tahun akhir tahun 70-an kehidupan keluarga Ki Nawan Patmomihardjo trhitung biasa-biasa saja, hidup sederhana,bersama istri dan anak-anaknya.
Kepada anak-anaknya, Ki Nawan Patmomihardjo meperkenalkan seni pedalangan ,karawitan,tembang dengan mengajarinya di rumahnya sejak masih kecil sampai dewasa bahkan seudah berluarga, Memang tak ada satupun putra-putrinya yang meneruskan profesi menjadi dalang atau berkecimpung dalam seni wayang kulit,
Karena semua putra-putrinya memilih menjadi pegawai negeri (PNS),pegawai swasta atau pekerjaan lain namun tetap menguasai ilmu seni wayang kulit tetapi hanya sebagai hobby bukan menjadi profesi.
Pada usia 77 tahun pada hari Minggu Pon tanggal 10 April 1988 tepatnya jam 23.00 WIB di RS DKT Wiajayakusuma Purwokerto,Ki Nawan Patmomihardjo menghembuskan nafasnya ,setalah sekian hari lamanya dirawat oleh tim dokter karena berbagai penyakit yang dideritanya .
Dalang kondang,seba bisa yng mengusai berbagai ilmu itu akhirnya berpulang ke hadlirat Sang Maha Pencipta setelah mengabdikan dan mengabadikan dirinya sepanjang umurnya dalam kesenian wayang kulit
Duka menyelimuti keluarga,sahabat dan penggermar setia Ki Nawan Patmomihardjo .tangis,kesedihan ,dan duka mengiringi kepergian kehilangan "Sang Maestro " Wayang Kulit Gagrak Banyumasan .yang telah berjasa membesarkan seni wayang kulit .
Jenazah Ki Nawan "Sentel" Patmomihardjjo dimakamkan di TPU Desa Karangnangka dengan diantar oleh keluarga ,murid-muridnya,sahabat-sahabantnya, nayaga,sinden,,tokoh-tokoh masyarakat,pejabat pemerintah ,penggemar setinya yang datang dari berbagai daerah serta masyarakat Desa Karangnangka ke tempat peristirahannya.
Sekian .
Karangnangka 23 Juli 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Institut Studi Pedesaan dan Kawasan
Sumber;
Wawancara dengan putra-putri Ki Nawan Patmomihardjo ; Mas Kuncoro ,Mas Sasmito,Mas Joko Handoko dan Mbakyu Retno Marhaeni pada Hari Selasa 19 Juli 2016 dan Hari Jum'at 22 Juli 2016 serta Kepustakaan.
Beliau tak sekuat dulu lagi melanglangbuana bersama nayaga dan sindennya menyusuri desa ke desa,kota ke kota, antar kabupaten .Diusia senjanya meski sudah tak mendalang lagi namun tak meninggalkan seni wayang kulit yang telah membesarkan namanya,
Ki Nawan Patmomihardjo tetap berkiprah dengan memberi saran dan nasehat kepada murid-muridnya yang datang berkunjung kerumah berdiskusi tentang seni pedalangan dan membagi pengalaman selama manggung.
Beliau juga masih menjadi rujukan sahabat-sahabat dalang di esk karesidenan Banyumas dan sekitarnya dengan bertukar pikiran membahas perkembangan jagad pakeliran memberikan sumbangsih pemikiran dan gagasan lewat organisasi Pepadi maupun perseorangan.
Ki Nawan Patmomihardjo sangat menyadari ditangan sahabat-sahabatnya dan dalang generasi baru kelangsungan dan perkembangan kesenian wayang kulit ada ditangannya, Ia ingin mewarisi seluruh ilmu dan pengalaman yang dimiliki dibagi untuk menambah bekal bagi penerusnya.
Beliau sudah membaca zaman,pada masa yang akan datang akan terjadi perubahan dan dinamika kesenian wayang kulit seiring dengan perkembangan jaman ,
Menjadi dlang kondang pada jaman dahulu tak sehebat dengan dalang pada masa kini karena dalang pada masa Ki Nawan Patmomihardjo tidak bisa diandalkan secara ekonomi,Profesi dalang pada saat itu lebih bersifat sosial dengan peran kesenian wayang kulit mnejadi saran tuntunan (dakwah) dan tontonan.
Sebagai seorang dalang sepuh yang malang melintang menekuni dunia pedalangan sejak manggung pertama kalinya menerma bayaran di tahun 1932 pada usia 21 tahun sampai tahun akhir tahun 70-an kehidupan keluarga Ki Nawan Patmomihardjo trhitung biasa-biasa saja, hidup sederhana,bersama istri dan anak-anaknya.
Kepada anak-anaknya, Ki Nawan Patmomihardjo meperkenalkan seni pedalangan ,karawitan,tembang dengan mengajarinya di rumahnya sejak masih kecil sampai dewasa bahkan seudah berluarga, Memang tak ada satupun putra-putrinya yang meneruskan profesi menjadi dalang atau berkecimpung dalam seni wayang kulit,
Karena semua putra-putrinya memilih menjadi pegawai negeri (PNS),pegawai swasta atau pekerjaan lain namun tetap menguasai ilmu seni wayang kulit tetapi hanya sebagai hobby bukan menjadi profesi.
Pada usia 77 tahun pada hari Minggu Pon tanggal 10 April 1988 tepatnya jam 23.00 WIB di RS DKT Wiajayakusuma Purwokerto,Ki Nawan Patmomihardjo menghembuskan nafasnya ,setalah sekian hari lamanya dirawat oleh tim dokter karena berbagai penyakit yang dideritanya .
Dalang kondang,seba bisa yng mengusai berbagai ilmu itu akhirnya berpulang ke hadlirat Sang Maha Pencipta setelah mengabdikan dan mengabadikan dirinya sepanjang umurnya dalam kesenian wayang kulit
Duka menyelimuti keluarga,sahabat dan penggermar setia Ki Nawan Patmomihardjo .tangis,kesedihan ,dan duka mengiringi kepergian kehilangan "Sang Maestro " Wayang Kulit Gagrak Banyumasan .yang telah berjasa membesarkan seni wayang kulit .
Jenazah Ki Nawan "Sentel" Patmomihardjjo dimakamkan di TPU Desa Karangnangka dengan diantar oleh keluarga ,murid-muridnya,sahabat-sahabantnya, nayaga,sinden,,tokoh-tokoh masyarakat,pejabat pemerintah ,penggemar setinya yang datang dari berbagai daerah serta masyarakat Desa Karangnangka ke tempat peristirahannya.
Sekian .
Karangnangka 23 Juli 2016
Mulyono Harsosuwito Putra
Ketua Institut Studi Pedesaan dan Kawasan
Sumber;
Wawancara dengan putra-putri Ki Nawan Patmomihardjo ; Mas Kuncoro ,Mas Sasmito,Mas Joko Handoko dan Mbakyu Retno Marhaeni pada Hari Selasa 19 Juli 2016 dan Hari Jum'at 22 Juli 2016 serta Kepustakaan.
0 comments:
Post a Comment