Artikel Terbaru

Monday, April 16, 2018

Juguran Banyumasan Presiden dan Mahapatih

Kejayaan dan kedigdayaan Kerajaan Madjapahit masa dulu saat dipimpin Ratu Tribuwana Widjaya tunggadewi dan Mahapatih Gadjah Mada agaknya diduplikasi oleh seseorang ketua parpol yang terinspirasi kejayaan itu.

Meski zaman sudah berubah perasaannya terbuai oleh nuansa kebatinan keuasaan yang begitu merasuki sanubarinya. Membayangkan betapa hebatanya seorang Ratu dari Kerajaan besar yang pernah hadir di bumi Nusantara. entah sadar atau tidak , tokoh ini sedang bernostalgia dengan ilusi-ilusi yang merasuki akal pikirannya.

Bermimpi dengan masa lalu bukanlah sesuatu yang salah, namun melihat realitas kebenaran dengan pikiran dan akal yang jernih dan jujur adalah sebuah keniscayaan memandang sebuah kenyataan masa kini.

Masa biarlah berlalu dengan coretan grafis sejarah yang telah ditorehkan oleh para pendahulu kita Kita mempunyai sejarah sendiri dengan coretan-coretan sejarah yang kelak akan menjadi kenangan dan inspirasi bagi generasi berutnya.

Terjebak pada kebesaran generasi masa lalu dengan ornamen-ornamen dan dekorasi-dekorasi kejayaan yang telah terpampang di dinding kertas sejarah dengan coretan tinta emas bukanlah untuk dilamunkan, apalagi dikeluhkan lalu membangkitkan keadaan yang sesungguhnya jauh telah berubah dengan apa yang terjadi sekarang.

Kerajaan Madjapahit adalah sebuah negara Kerajaan, sementara NKRI adalah negara berbentuk Republik. Kalaupun ingin mengulangi nuansa kebesaran Kerajaan Madjapahit bukanlah dengan menganggap dirinya sebagai sorang Ratu atau Raja.melainkan seseorang harus mampu menunjjukkan kemampuan dan kwalitasnya dengan sukses di pertarungan Pilpres.

Ratu/Raja dipilihberdasarkan keturunan , sementara Presiden dipilih oleh rakyat dan setiap warga yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam konsitusi dapat mencalonkan diri menjadi Presiden.

Apakah seorang penguasa parpol yang sukses mengusung kadernya menjadi penguasa lalu meduplikasi dirinya menjadi seorang Ratu layaknya Ratu Trbuwana Wijayatunggadewi lalu kadernya yang menjadi Penguasa dijadikan seorang Mahapatih Gadjah Mada. Janganlah menarik kesimpulan dengan ilusi atau dengan mimpi-mimpi dirinya sendiri.

Presiden tetaplah seorang kepala negara yang menjadi simbol dan potret sebuah bangsa, ia harus dihormati oleh siapapun sesuai dengan perundang-undangan.
Presiden bukanlah seorang Mahapatih atau Perdana Menteri pada masa Kerajaan Madjapahit...begitu pula penguasa paprol bukanlah seorang Ratu yang dengan seenaknya meyebutnya dengan petugas,pada Mahapatihnya.

Presiden tetaplah Presiden, Penguasa parpol tetaplah penguasa parpol yang mestinya memberi pencerahan keteladanan dengan sikap, perilaku, tutur kata yang tidak merendahkan kadernya.
Ratu dan Penguasa Partai jauh berbeda, begitu pula Presiden dengan Mahapatih jelas berbeda,

Ungaran 16 April 2018

0 comments:

Post a Comment