Artikel Terbaru

[recent]

Wednesday, April 25, 2018

Cinta Kertas dan Cinta Digital

Derasnya arus teknologi informasi menggerus segenap sisi sisi kehidupan umat manusia dimuka bumi ini. Semua berjalan begitu cepat meruntuhkan pola hidup,pola perilaku,yang sudah berjalan begitu mapan. Tak jua persoalan hubungan dua anak manusia lelaki dan perempuan yang dilanda gelora asmara ikut tergerus bergeser terbawa gelombang revolusi teknologi informasi.

Selembar kertas berwarna dengan aroma mewanginya menjadi lembaran bersejarah kisah cinta muda mudi jaman dulu, serasa berdebar-debar saat menulis kata-kata indah bak pujangga yang mendayu-dayu mengumbar rasa sayang,syahdu dan romantis

Menulis surat cinta tak cukup satu lembar, kadang butuh puluhan lembar karena sering berganti karena merasa kurang pas kata-kata da kalimat,apalagi bagi newcomer peminat cinta pastinya susah menulisnya.

Berdebar-debar saat melipat surat cinta, salah tingkah ,mondar-mandir di kamar,seribu persaaan menggunung bercampur baur dalam hati melayangkan rasa rindu yang membelenggu ditungkan dalam lembaran itu, Diciumnya berkali-kali sebelum dimasukan kedalam amplop, kadang diserahkan pada makcomblang ,makelar cinta yang menjadi kurir menyampaikannya, disekolah, dikampus, dirumah ,dll

Menerima surat bagi seorang wanita serasa berbunga-bunga, senyum senyum sendiri, dipeluk, dicium dan melayang membayangkan kekasihnya,

Begitulah pesona cinta generasi masa lalu saat dunia digital belum merambah kehidupan cinta, Kini surat cinta tak lagi benda sakral penuh memori yang disimpan dalam almari menjadi kenangan sepasang suami istri saat emnjalin hubungan asmara sebelum ke jenjang pernikahan

Jaman berubah,media cinta bukan lagi selembar kertas yang menjadi curahan hati tapi selembar layar sentuh berteknologi digital bernama smartphone,dengan menuliskan kata-kata cinta melalui sms, twitter,facebook,WA.makin merombak tatanan cinta kertas menjadi cinta digital.

Cinta berubah juga seiring lajunya peradaban teknologi informasi, Memadu kasih tak perlu menunggu kiriman pak pos yang memakan waktu tiga hari, satu minggu atau mungkin lebih lama

.Kini dengan memnyentuh layar kecil tinggal menggklik mau memilih telepon atau sms, atau perpaduan dua0duanya dengan teknogi 4G. Berbincang-bincang dengan orang disayang tinggal duduk manis melihat kotak kecil smart wajah yang dirindukan terlihat jelas dengan suaranya yang syahdu.

Karangnangka 25 April 2016

Monday, April 16, 2018

Kolom Budaya Jawa WAYANG

Kolom Budaya Jawa
WAYANG
Wayang adalah dunia legendaris dari pertunjukkan Jawa tradisional, seperti pantulan kemilau dari alam dalam sebuah kolam. Dunia wayang adalah kembaran budaya yang memperdayakan realitas Jawa. Dunia wayang dihuni dewa-dewa, raja-raja,pangeran-pangeran yang mulia dan buruk, putri-putri cantik ,setan, raksasa,makhluk menakutkan, para guru, abdi dan para pelawak yang semuanya anggota dari keluarga budaya Jawa yang akrab yang diikat oleh ikatan-ikatan keakraban yang kuat, kecintaan dan kemmasgulan. (Holt,2000: 156)
Wayang dalam bahasa Jawa, wayang berarti "bayangan". Dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang: Dalam bahasa Aceh "bayeng"..Dalam bahasa Bugis, "wayang atau bayang". Dalam bahasa Bikol dikenal kata "baying" yang artinya "barang", yaitu apa yang dilihat dengan nyata.Akar dari kata wayang adalah "yang". akar kata ini bervariasi dengan "yung', "yong" antara lain terdapat dalam kata "layang terbang", "doyong miring", tidak stabil, "royong-" sellau bergerak dari satu tempat ke tempat lain, "poyang
payingan"-berjalan, "sempoyongan"-tidak tangang, dan sebgainya. Selanjutnya
diartikan sebagai " tidak stabil, tidak
pasti, tidak tenang, terbang, bergerak
kian kemari.
Jadi wayang dalam bahasa Jawa mengandung pengertian berjalan kian kemari, tidak tetap, sayup-sayup. Oleh karena itu, boneka-boneka yang digunakan dalam pertunjukkan itu berbayang ataumemberi bayang-bayang maka dinamakan wayang.Lama-kelmaan
wayang menjadi nama dari petunjukkan atau pentas bayang-bayang. jadi pengertian wayang akhirnya menyebar luas sehingga berarti "pertunjukkan pentas atau pentas dalam arti umum"(Sri Mulyono Herlambang. 1982:9)
Wayang merupakan bahasa simbol kehidupan yang bersifat rohaniah dari pada jasmaniah. Jika orang melihat pagelaran wayang, yang dilihat bukan wayangnya, melainkan masalah yang tersirat dalam lakon wayang yang dipentaskan. Hal ini sejenis dengan perumpamaan ketika orang melihat kaca rias. Orang bukan melihat tebal dan dan jenis kaca rias itu, melainkan melihat apa yang tersirat dalam kaca tersebut. Orang melihat jenis bayangan di kaca rias. Oleh karenanya, kalau orang menonton wayang, bukannya melihat wayang, melainkan melihat bayangan (lakon) dirinya sendiri. (Sri Mulyono Herlambang, 1978:18
Wayang asal usulnya dari Jawa
Berdasarkan tinjauan historis menurut Sudarsono (2000:431) pertunjukkan wayang telah ada pada masa pemerintahan Raja Balitung. Sumber sejarah yang menjadi petunjuk tentang wayah adalah "Prasasti Balitung" yang bertarikh 907 Masehi atau 829 Saka.yang mewartakan pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukkan wayang,yaitu adanya "Mawayang dan Bimmaya Kumara"
Para sejarawan dan budayawan sering beragumentasi tentang asal usul pertunjukkan wayang,diantaranya Pischel dalam tulisannya ; "Das Atlindische Schattenspiel " mencoba melacak pertunjukkan wayang di India, sedangkan George Jacob dalam sebuah artikelnya " Das Chinesische Schattentheater" menjelaskantetntang tradisi wayang di Mongolia. W.H Rassers. seorang sarjana Belanda berargumentasi bahwa perunjukkan wayang adalah asli Jawa .Dalam bukunya "Panji, the Culture Hero" dalam bab berjudul" On the Origin of Javanese Theatre",Rassers menjelaskan bahwa pertunjukkan wayang Jawa berkembang setapak demi setapak dari sebuah inisiasi yang telah ada pada masa prasejarah. Istilah-istilah teknis dalam pertunjukkan wayang, seperti kelir, blencong, dan kecrek merupaka istilah Jawa.
Sedangkan menurut Amir Martosedono (1990:60) memang ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa wayang merupakan hasil kreasi kebudayaan Hindu. Namun setelah diadakan penelitian secara seksama, ternyata wayang adalah kreasi atau Kebudayaan Asli Orang Jawa (bangsa Indonesia)
Sementara itu G.A.J Hazeu dalam Sri Mulyono ((1982:8) berpendapat:mengupas secara ilmiah tentang pertunjukkan wayang kulit dan meneliti istilah-istilah pertunjukkan wayang kulit, yaitu:wayang, kelir, blencong, krepyak, dalang, kotak, dan cempala.Istilah-istilah tersebut hanya terdapat di pulau Jawa Jadi, bahasa Jawa Asli. Kecuali kata 'cempala' (capala, berasal dari bahasa Sansekerta). Pokok pikirannya untuk membuktikan asal wayang (kulit) harus dicari bahasa asal, darimana datangnya istilah alat-alat atau sarana pentas yang digunakan dalam pertunjukkan pertama kalinya pada zaman kuno atau semenjak pertunjukkan itu masih sangat sederhana.
Mengenai kelahiran budaya wayang,Sri Mulyono (1979:10), memperkirakan wayang sudah ada sejak "Zaman Neolithikum" yakni kira-kira 1,500 sebelum Masehi.
JENIS WAYANG
Wayang menurut S Haryanto (1988:141-142) dapat dibagi menjadi 8 jenis yang terdiri dari beberapai ragam, yaitu:
1.Wayang Beber
2.Wayang Purwa
3.Wayang Madya
4.Wayang Gedog
5,Wayang Menak
6,Wayang Babad
7.Wayang Topeng
8.Wayang Modern
Semarang 14 April 2018

Juguran Banyumasan Lambe Manual lan Lambe Cakram


Kaki Nasori umure wis 90 th ning nesih giras lan semrintil , udude nesih nggapek ora tampikan, lintingan oke, apamaning rokok lintingan pabrik kayata Djarum 76 sig diarani Rokok Bodo.
Soale angka urute kewalik angka 7 ndisit tinimban angka 6,Sriwedari, GG Djaya,tumekan Kretk filter Dji Sam Soe, GG Filter, Djarum filter tumekan Rokok Mild ,uga model Rokok Malboro.
Saben dina kaki Nasori bolak-balik maring sawah lan kebon mbuh ngasih pirang ambal, mulane diarani kaya gosokan. Awake gering ning atos, ambekane nesih normal langka moneni ngik ngok kaya kardion apa organ,

Urip kawit jaman penjajahan Landa, Jepang lan menangi perjuangan ngrebut kamardikan negara Indonesia . melu berjuang toh pati toh getih ananging ora gelem melu dereken veteran. lho nek gelem ngurus jane Kaki Nasori oleh pensiunan veteran.

Berjuang mungguhe Kaki Nasori kue ora arep-arep oleh piwelas ,sing penting iklas, Deneng tekan zaman Revolusi Mental nesih bisa madang,udud lan kluyuran, uga menangi anak putu buyut. Urip tentrem langka utang, rezeki ana baen mbuh ngode macul,bedog apa ngrewangi tangga teparo sing lagi kesusaahan.

Kaki Nasori gemiyen melu ngawula karo Pak Carik Salimi nganthi tumekan 30 tahun , Pak Salimi wonge eman ,loman lan kepenakan, ora tau ngarani maring Kaki Nasori ngomong Kacung apamning Jongos. Pak Carik Salimi angger ngendika kepenak derungokna, akhlaqe andap asor , dunya branane akeh tur sugih, Rakya desane padha tentrem lan adem merga

Pak Carik Salimi uga pinter lan nduwe ngelmu pitulungan nambani wong wadon sing arep babaran kesuwen utawa kangelan . ndillah berkah sawab berkah lan dongane dikobul wong wadon sing angel babaran dadi gangsar.

Udu kuwe thok, Pak Carik Salimi uga pinter nyababi wong stress utawa gemblung sing cokan ngamuk kelawan diombeni banyu belik ngarep umah

Kaki Nasori angger mikirna kahanan siki mung nlangsa awak , kemutahan melu babad pacinge negara. Rikala Bung Karno maring Purwokerto ya tahu salaman wektu nang alun-alun, sing saiki isine air mancur.. lan wringine wis padha digombrangi.

Zaman saiki apa-apa koh mung urusane duit, jere ngabdi maring negara jebule malah nggo pahalan. lan nggo rayahan thok. Arep mulya kepriwe uripe wong dadi abdi rakyat lan negara karo rakyate adoh , sing dipikir mung waduke utawa wetenge dewek. Suwe-suwe padha busung bubarane.

Ujare Kaki Nasori gemiyen pamong desa, apa pegawe kawit jaman penjajahan tumekan jaman sadurunge reformasi nesih mandan perek antarane rakyat, pemerintah lan uga wakil rakyate.
Saiki ...ampun kabeh -kabeh isine dol-tinuku...pegaweane ora deurus malah sing diurus mung perkara pengahsilane.. Sedela-dela demo, kurang bayaran demo, kurang kesejahteraan demo.

Mbok padha mikir,inyong gemiyen berjuang gawe negara ora tau mikir rep olih bayaran apamning kesejahteraan Hoh negarane arep makmur lan sejahtera keprimen wong isine padha clutak duit apbd,apbn lan cluthak duit liane.

UUD 1945 ndadak sara diowahi lan diuthak atik, ujar-ujare gampang lan kemagus ora ngerti ruh lan isine sing sebenare UUD 1945. Mung kader maca,utawa sekolah ,,kuliah trus olih gelar Drs, Dra, SH,MH, Dr apa Profesor trus kemaki UUD 1945 diamandemen,

Ngkana-kana ora tau sinau sujarah bangsa wis bolan balen ganthi UU rikalane Presiden Ir Soekarno, uga model Demokrasine,wis dijajal kabeh, Demokrasi liberlal uwis, Demokrasi Terpimpin uwis, akhire balik maning anane Dekrit 5 Juli 1959.

Lho kok langka kapoke enggane UUD 1945 dimandemen nganthi ping 4 nyatane kawit reformasi tumekan siki th 2015 isine mung gubes lan pecah antarane siji golongan karo golongan liane. malah angger debanjur banjurna bisa bubrah negara Indonesia.

Lucu tur merguyokna , ana ormas sing urip nang Indonesia malah manute marang pemimpine sing negara ia. isine ngala-ngala Pancasila,NKRI kepengin gawe negara dewek. Lhoh koh nesih betah nang bumi Indonesia sing jere pemerintahane Thogut, Iblis

Ana maning klompok sing gawene ngebom ngatas namakna agama.uga demo mentungi wong lia sing ora salah.

"Hoh mbok padha mikir, inyong gemiyen melu gawe negara banget rejasanem saiki koh mung padha congkrah, rebutan proyek, rakyate ora depikir, depikir ari arep dadi buapti, gubernur, presiden, dprd,dpr, dpd lamis ben kampanye lambene kaya lambe Dorna, Sengkuni"

Kaki Nasori kemreket untune sinambi gathik kesuh angger mikirna negara
Saiki pemimpin modele Lambe Manual..angger ngomong kaya Dalang Jemblung langka reme, mulane ngromed langka buktine. Mbok wis zaman Informasi lan teknologi Lambene kudune Lambe Cakram, angger ngomong mandege cepet tur ana buktine.

Nek ora ya mandan mirip HP, saiki kabeh-kabeh ngango HP layar sentuh, dadi pemimpin kudune nganggo sentuhan ati (sense of belonging) gari mimpin wargane lan peka maring kahanan rakyate. aja kaya HP jadul konvensional kaya tukang pijet baen, apa apa kudu deoreg lan digthaki.
Oh,,,Melas temen jaman aya wene koh malah tambah bodo lan rekasa nglewihi jaman penjajahan.

Serat Wirid Hidayat Jati Karya R,Ng Ranggwarsita

Kolom Budaya Jawa
SERAT WIRID HIDAYAT JATI
Karya:R.Ng Ranggawarsita

Wangsite Kanjeng Susuhunan Kalijaga Bab Apa Kang Bakal kaleksanan Ing Dalem Jaman Karamattullah

Iki Wangsite Kangjêng Susuhunan Kalijaga, amratelakake kang bakal kalêksanan ing sajroning jaman karamatu'llah, kaya mangkene (R .Tanaja :1954:40)
Ing atasing 'aral basariyah kabèh, yêkti padha anandhang jawaliyah, têgêse, pêpalanganing manusa iku padha kêna owah gingsir, iya iku pratandhane apêsing kawula. Kayêktènan ing dalêm 'adam kukmi katon saka pangrasa kaya ing ngisor iki.
1. 'Alam Rokhiyah.
1. Kang dhingin, awit katon 'alam Rokhiyah têgêse 'alaming nyawa, apadhang dudu padhanging rahina, tanpa keblat wetan lor kulon kidul ing ngisor ing dhuwur, ing kono aningali sagara tanpa têpi, iku wahananing ati kawimbuhan cahyaning utêk, satêngahing sagara katon ana duryat pancamaya warna kaya teja gumawang cahyane, iku wahananing jantung kawimbuhan cahyaning johar awal, iya iku manik, kang panca maya anglimputi jatining ati, dadi pangrasaning sarira, êmpane dumunung ana ing cipta papane ana ing paningal pamiyarsa pangganda pangrasa pamirasa, diarani muka sifat, kawasane amung anuntun sakaliring sifat kabèh, ing nalika iku aja nganti kasamaran marang panêngêraning rupa kang sajati, iya iku rupa-kita pribadi.
2. Alam Siriyah.
2. Kang kapindho, sasirnaning 'alam Rokhiyah, katon 'alam Siriyah, têgêse 'alaming rahsa, padhange angluwihi padhanging 'alam Rokhiyah, ing kono têkaning cahya patang warna irêng abang kuning putih, iku wahananing budi, amêtokake kahananing napsu patang prakara, kang padha dadi durgamaning ati, katone tumaruntun siji-siji, kang wiwit katon dhingin, cahya irêng, iku kahananing napsu Luwamah, hawane ing nalika urip amarakake dahga arip luwe sapanunggalane, wahane[45] ing wadhuk wahyaning saka lesan kadadiyane ing sajroning cahya irêng katon sakaliring sato kewan miwah gêgrêmêt, padha anggragada kaya anganggêp Pangeran, prabawane bumi gonjing, 'alaming napsu diarani 'alam nasut, têgêse lali ing nalika iku panggonaning lali, poma, diengêt sarta. (R.Tanaja:1954:41)
santosa, aja nganti korup ana sajroning cahya irêng, bokmanawa anitis marang sato kewan miwah gêgrêmêtan.
Ora antara suwe cahya irêng sirna, katon cahya abang, iku kahananing napsu Amarah, hawane ing nalika urip amarakake angkara panastèn dêduka sapanunggalane, wahanane ing ampêru, wahyane saka karna, kadadeyane ing sajroning cahya abang katon sakaliring budi srani brêkasakan, iya padha kaya anganggêp Pangeran, prabawane gêni murup gêdhe angalad-alad 'alaming napsu diarani 'alam jabarut, têgêse asrêng, ing nalika iku panggonaning rêksasa, poma disarèh sarta santosa, aja anganti korup ana sajroning cahya abang, bokmanawa anitis marang brêkasakan.
Ora antara suwe cahwa abang sirna, nuli katon cahya kuning, iku kahananing napsu Sufiyah, wahane[46] ing nalika urip amarakake pakarêman murka, pêpenginan pakarêman kabungahan sapanunggalane, wahanane ing lêlimpa, wahyane saka netra, kadadiyane ing sajroning cahya kuning katon sakaliring manuk miwah bangsa ibêr-ibêran, iya padha angragada[47] kaya anganggêp Pangeran, prabawane angin pancawora gêdhe 'alaming napsu diarani 'alam lahut, têgêse gingsir, ing nalika iku panggonaning rênggang saliring anggaota, poma ditêtêp, sarta santosa, aja anganti korup ana sajroning cahya kuning, bokmanawa anitis marang manuk miwah bangsa ibêr-ibêran.
Ora suwe cahya kuning sirna, nuli katon cahya putih, iku kahananing napsu Mutmainah, hawane ing nalika urip amarakake lobaning kautaman sapanunggalane, kaya ta anglakoni puja tapa brata kang kalantur-lantur, ora mawa watara, kahanane ing balung, wahyane saka ing grana kadadiyane ing sajroning cahya putih katon sakaliring iwak loh, miwah bangsaning bêburon banyu, ana ing sagara rahmat, iya padha a kaya anganggêp Pangeran prabawa banyu wêning tanpa sangkan 'alaming napsu diarani 'alam malakut têgêse katon, ing nalika iku panggonane uninga ing karaton, poma diwaspada sarta santosa, sabab [sa...] (R.Tanaja:1954: 42)
[...bab] dudu sajatining karaton kang rinakit maha mulya, aja nganti korup ana sajroning cahya putih, bokmanawa anitis marang iwak loh miwah bangsaning bêburon banyu.
3. 'Alam Nuriyah.
3. Kang kaping têlu, sasirnaning alam Siriyah, katon 'alam Nuriyah, têgêse 'alaming cahya, padhange angluwihi padhanging 'alam Siriyah, ing kono têkaning cahya amancawarna, irêng abang kuning putih ijo, gumêlar barêng padha katon karaton sarwa raras kabèh, iku wahanane pancadriya, kawimbuhan cahyaning pramana, 'alaming pancadriya diarani 'alam hidayat, têgêse pituduh, dening anuduhake panggonane ing nalika gumêlaring karaton, ananging dudu sajatining karaton kang rinakit maha mulya, iya iku karatoning panasaran, kaya ta, karaton kang katon ana sajroning cahya irêng, iku dzating sato kewan, miwah gêgrêmêtan kang katon ana sajroning cahya abang, iku karaton dzating brêkasakan, kang katon ana sajroning cahya kuning, iku karaton dzating manuk miwah bangsa ibêr-ibêran, kang katon ana sajroning cahya putih, iku karaton dzating iwak loh, miwah bangsaning bêburon banyu, kang katon ana sajroning cahya ijo, iku karaton dzating têtuwuhan, ing nalika iku ana kapiyarsa swara kaya anuduhake karaton kang agung kang maha mulya, poma dijinêm sarta santosa, aja nganti anyipta milih salah sawiji, bokmanawa kalêbu ing karaton panasaran.
4. 'Alam Nuriyah Luhur.
4. Kang kaping pat, isih ana sajroning 'alam Nuriyah,. ing kono katon cahya wêning, sajroning cahya ana urub sawiji angadêg sasada lanang gêdhene, darbe sorot wolung warna, irêng abang kuning putih ijo biru wungu dadu, gumêlar padha katon swarga asri kabèh, iku wahananing warnaning pramana, kawimbuhan dening suksma, 'alaming pramana diarani 'alam 'iskat, têgêse birahi dening panggonane rumasa.(R.Tanaja:1954:43)
brangta marang gumêlaring swarga, ananging dudu sajatining swarga kang maha suci, dudu panggonan kang nikmat manpangat rahmat, iya iku kahyanganing jin kabèh, amung panggonan kamuktèn bae, kaya ta:
Kang katon swarga irêng mêlês mêlêng-mêlêng mimba mustikaning bumi iku kadadiyan saka kanisthaning cipta, yèn jumênêng ana ing kono, bokmanawa dadi rêtuning[48] jin irêng.
Kang katon swarga sarwa abang abra marakata mimba sêsotya gêniyara, iku kadadiyan saka dusthaning cipta, yèn jumênêng ana ing kono, mbokmanawa dadi ratuning jin abang.
Kang katon swarga sarwa kuning sumunar mimba rêtna dumilah, iku kadadiyan saka dorsaning[49] cipta, yèn jumênêng ana ing kono, bokmanawa dadi ratuning jin kuning.
Kang katon swarga sarwa putih maya-maya wênês mimba manik maya, iku kadadiyan saka sêtyaning cipta, yèn jumênêng ana kono, bokmanawa dadi ratuning jin putih.
Kang katon swarga sarwa ijo angênguwung mimba manik tejamaya, iku kadadiyan saka santosaning cipta, yèn jumênêng ana ing kono bokmanawa dadi ratuning jin ijo.
Kang katon swarga sarwa biru muyêk mimba manik nilapakaja, iku kadadiyan saka sambawaning cipta, yèn jumênêng ana ing kono bokmanawa dadi ratuning jin biru.
Kang katon swarga sarwa wungu nêngêr mimba manik pusparaga, iku kadadiyan saka sambadaning cipta, yèn jumênêng ana ing kono, bokmanawa dadi ratuning jin wungu.
Kang katon swarga sarwa dadu muncar mimba manik mirah dalima, iku kadadiyan saka owah gingsiring cipta, yèn jumênêng ana ing kono, bokmanawa dadi ratuning jin dadu. Ing nalika iku kambu gandane sakèhing kahyangan mau amrik arum angambar kaya anarik ing rahsa, poma aja nganti karaksake,[50] bokmanawa kalêbu ing swarga panasaran.
(R.Tanaja:1954:44 )
5. 'Alam Uluhiyah.
5. Sasirnaning 'alam Nuriyah, katon 'alam Uluhiyah, iya iku 'alam Ilahiyah, têgêse 'alaming Pangeran, padhange angluwihi padhanging 'alam Nuriyah, ing kono katon cahya mancur, sajroning cahya ana sifating rêrupan kaya tawon gumana, jumênêng ing makam pana, iku warnaning suksma kang amimbuhi ing saliring warna kabèh, anglimputi saubênging jagad cilik jagad gêdhe ing saisèn-isène, ananging uripe saka pramaning[51] rahsa, ing nalika iku têkaning malaekat, awarna bapa kaki, sapanunggalane lêluhur lanang, angaku utusane Dzat Kang Maha suci, kinèn angirid marang chalaratu'llah, poma disantosa aja nganti angimanake, sabab iku af'aling suksma-kita pribadi.
6. 'Alam Uluhiyah Luhur.
. Kang kaping nêm, isih sajroning 'alam Uluhiyah, sangsaya wuwuh padhange, ing kono katon cahya mancorong, sajroning cahya ana sifating rêrupan kaya golèk gadhing asawang pêputran mutyara, dudu lanang dudu wadon, dudu wandu, jumênêng ing makam baka, iku pramananing rahsa kang amurba amisesa ing 'alam kabèh, ananging uripe saka dzating atma, ing nalika iku têkaning widadari awarna biyung nini, sapanunggalane lêluhur wadon, angaku utusane Dzat Kang Amaha Suci, kinèn angirid marang chakaratu'llah,[52] poma disantosa aja nganti angimanake, sabab iku af'aling rahsa-kita pribadi.
7. 'Alam Uluhiyah Luhur Dhewe.
Kang kaping pitu, isih sajroning 'alam Uluhiyah, tanpa kira-kira padhange, ing kono ora katon apa-apa, amung cahya gumilang tanpa wêwayangan iku Dzating atma, anunggal Sajatining Dzat Kang Asifat Esa, ora jaman, ora arah, ora-ênggon, tanpa warna, tanpa rupa, kadim azali abadi, kang amurba amisesa kang kawasa nitahake sakaliring alam anglimputi ing 'alam kabèh apranawa mêngku saliring makam sampurna, urip dhewe ora ana kang nguripi dibasakake: chayun bilarochin, têgêse tanpa (R.Tanaja:1954:45)
nyawa, iya iku Tajalining Gusti Kang Amaha Suci Sêjati, kang agung Dzate, kang elok sifate, kang wisesa asmane, kang sampurna af'ale, dumunung ing urip kita pribadi, ing kono tanpa antara pamoring kawula-gusti, iya iku urip kita mulih dadi sajatining Dzat mutlak kang kadim azali abadi, dibasakake: chayun pidareni, têgêse urip ing kahanan lor ana ing 'alam sahir kita urip, ana ing 'alam kabir iya urip, padha sanalika banjur èngêt ing wèntèhan saniskaraning purwa madya wasana kabèh. Aja uwas sumêlang manèh, ing wêkasan sumangga, anggon-anggon ana ing karsa, katarima ana ing sarira, aku amung drêma angimpun sakaliring ngelmi saka wêwêjanging guru sawiji-sawiji, pangrasaning ati wis ganêp, kuranga kaya ora akèh, anjaba amung wêjange Kiyahi Agêng Liman, iku pakewuh ênggonku matrapake, sabab unine kaya ngelmu kabuddhan, mangkene pamêjange.
Hiyang hyang jawata yogyaning ngulun, kawidèkna kapiya karêp, gunung lawu sap pitu iku kabèh, Saka pamikirku iya prayoga ing surasane, kaya amêmuji aja nganti mati ing saênggon-ênggon, bisaa mati kaulêsan lawon lapis pitu, ananging pakewuhing patrap dening unine kang anandhakake ora pakolèh.

Ing wusana aku matur ambodhoni, ana kang durung pati têrang ing sêsurupanku, iya iku pambirating ganda ala bisaa angganda bêcik, manawa ing buri ana kang wis olèh katêranganing sêsurupan, anyumanggakake patraping panggonane.

Dene pemutku Wirid iki ora kêna kapriksa marang kang durung tunggal ngelmu, bokmanawa kawancenan mundhak apa pakolèhe, dhêstun amung bêbantahan bae, mulane bangêt-bangêt ing wêwêlingku, aja nganti para bantahan, muga kagaliha ing sayêktine.( R.Tanaja :1954:46)
Ungaran 16 April 2018

Juguran Banyumasan Presiden dan Mahapatih

Kejayaan dan kedigdayaan Kerajaan Madjapahit masa dulu saat dipimpin Ratu Tribuwana Widjaya tunggadewi dan Mahapatih Gadjah Mada agaknya diduplikasi oleh seseorang ketua parpol yang terinspirasi kejayaan itu.

Meski zaman sudah berubah perasaannya terbuai oleh nuansa kebatinan keuasaan yang begitu merasuki sanubarinya. Membayangkan betapa hebatanya seorang Ratu dari Kerajaan besar yang pernah hadir di bumi Nusantara. entah sadar atau tidak , tokoh ini sedang bernostalgia dengan ilusi-ilusi yang merasuki akal pikirannya.

Bermimpi dengan masa lalu bukanlah sesuatu yang salah, namun melihat realitas kebenaran dengan pikiran dan akal yang jernih dan jujur adalah sebuah keniscayaan memandang sebuah kenyataan masa kini.

Masa biarlah berlalu dengan coretan grafis sejarah yang telah ditorehkan oleh para pendahulu kita Kita mempunyai sejarah sendiri dengan coretan-coretan sejarah yang kelak akan menjadi kenangan dan inspirasi bagi generasi berutnya.

Terjebak pada kebesaran generasi masa lalu dengan ornamen-ornamen dan dekorasi-dekorasi kejayaan yang telah terpampang di dinding kertas sejarah dengan coretan tinta emas bukanlah untuk dilamunkan, apalagi dikeluhkan lalu membangkitkan keadaan yang sesungguhnya jauh telah berubah dengan apa yang terjadi sekarang.

Kerajaan Madjapahit adalah sebuah negara Kerajaan, sementara NKRI adalah negara berbentuk Republik. Kalaupun ingin mengulangi nuansa kebesaran Kerajaan Madjapahit bukanlah dengan menganggap dirinya sebagai sorang Ratu atau Raja.melainkan seseorang harus mampu menunjjukkan kemampuan dan kwalitasnya dengan sukses di pertarungan Pilpres.

Ratu/Raja dipilihberdasarkan keturunan , sementara Presiden dipilih oleh rakyat dan setiap warga yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam konsitusi dapat mencalonkan diri menjadi Presiden.

Apakah seorang penguasa parpol yang sukses mengusung kadernya menjadi penguasa lalu meduplikasi dirinya menjadi seorang Ratu layaknya Ratu Trbuwana Wijayatunggadewi lalu kadernya yang menjadi Penguasa dijadikan seorang Mahapatih Gadjah Mada. Janganlah menarik kesimpulan dengan ilusi atau dengan mimpi-mimpi dirinya sendiri.

Presiden tetaplah seorang kepala negara yang menjadi simbol dan potret sebuah bangsa, ia harus dihormati oleh siapapun sesuai dengan perundang-undangan.
Presiden bukanlah seorang Mahapatih atau Perdana Menteri pada masa Kerajaan Madjapahit...begitu pula penguasa paprol bukanlah seorang Ratu yang dengan seenaknya meyebutnya dengan petugas,pada Mahapatihnya.

Presiden tetaplah Presiden, Penguasa parpol tetaplah penguasa parpol yang mestinya memberi pencerahan keteladanan dengan sikap, perilaku, tutur kata yang tidak merendahkan kadernya.
Ratu dan Penguasa Partai jauh berbeda, begitu pula Presiden dengan Mahapatih jelas berbeda,

Ungaran 16 April 2018

Friday, April 13, 2018

Durian Nuruddin Desa Dawuhan Wetan Kecamatan Kedungbanteng Banyumas

Sepintas melihat bentuk durian ini jika tidak cermat dan teliti bisa terkecoh langsung bilang durian montong Thailand atau Durian Bawor (Montong Orange) asal Desa Alasmalang karena bentuk buahnya ,tangkai,durinya tak ada bedanya dengan kedua durian unggulan tersebut.

Yang membedakan bentuk buahnya tak beraturan dengan berat buahnya 2-6 kg , kulit buahnya lebih tipis serta bagian bawah buah runcing .

Awalnya saya juga hampir tak percaya dengan Durian Montong asal Desa Dawuhan Wetan ini .Cukup lama berdiskusi dan adu argumentasi dengan penebas pohon durian bernama Pak Dikam yang beralamat di sebelah kanan tanjakan jalan raya Dawuhan Wetan-Kalisalak.


Pak Dikam sudah tiga musim berurut-turut menjadi penebas durian ini paham betul rasa dan tekstur daging buahnya .Dari musim ke musim selalu habis diborong oleh penggemar durian seusai memetik buahnya yang telah matang.dan para penggemar durian yang membeli sama sekali tidak tahu kalau durian yang dimakan itu varietas baru ,bukan durian montong introduksi Thailand apalagi Durian Bawor Alasmalang.

Kang Mul memberi nama Durian Nurudin atau Durian Montong Dawet sebagai bentuk penghargaan kepada almarhum pak Nurudin yang dahulu menanam dari bibit pohon eksperimen sambung pucuk yang dibuat sendiri dari dua varietas durian podang dan durian montong introduksi Thailand.

Durian Podang diambil entresnya dijadikan batang atas sedang batang bawah diambil dari durian montong .Bibit sambung pucuk tersbeut ditanam berjajar dengan durian varietas lokal lainnya dipekarangan dekat jalan raya yang sekarang berubah menjadi rumah dan telah dijual kepada pemilik baru.

Bertambah umur bibit tanaman hasil sambung pucuk Pak Nurudin semakin besar dan mulai berbuah ,Sayang disayang sebelum menikmati tanaman hasil karyanya Pak Nurudin meninggal dunia.

Sore hari ini Kang Mul meluncur ke lokasi tanaman durian Montong Nurudin dan bersilaturahmi dengan Ibu Nurudin berbincang bincang sejarah pohon durian yang ditanam almarhum suaminya Pak Nurudin .

Banyak sekali keterangan yang diperoleh dari Ibu Nurudin yang mendampingi almarhum dalam suka dan duka sejak menikah sampai menghembus nafas terkahir kalinya pada tahun 2011 dan belum sempat menikmati buah durian yang ditanam dari hasil sambung pucuk,

Mulai pertama berbuah durian Nurudin pada tahun 2011 pada umur 7 tahun ditanam didepan halaman rumah berjajar dengan durian varietas lokal .Durian Nurudin ditanam sebelah kanan sedang durian varietas lokal tak bernama ditanama sebelah kiri.

Pada musim pertama berbuah bentuknya buhnya mirip "Durian Podang" namun pada musim kedua mulai terjadi perubahan sangat mencolok bentuk buahnya menyerupai bentuk durian montong Begitu pula pada masa panen yang ketiga pada tahun ini yang kebetulan dibeli sejak masih muda oleh Pak Dikam bentuk buhanya tidak beraturan .

Seperti diketahui pohon durian Nurudin sekarang telah menjadi milik orang lain bernama Pak Mei asal Prompong dibeli dari putra almarhum Pak Nurudin yang bekerja dan bertemat tinggal di Ibukota Negara Jakarta.

Tinggi pohonnya 10 m ,diameter pohon 40 cm diukur satu meter dari pangkal pohon ,ukuran bulat pohon 82.1 cm berbentuk bulat ,sedangkan daunnya menyerupai daun durian montong

Data daun durian sangat penting untuk mengetahui morofologinya agar dapat diperoleh data menyeluruh kemudian disandingkan dnegan durian Podang dan durian montong Thailand sejauh mana kecenderungan kemiripan pohon asal bahan sambung pucuk durian Nurudin.

Melakukan identifikasi morfologi daun Durian Nurudin membutuhkan waktu yang cukup lama karena butuh ketelitian,dan kecermatan sebagaimana standarisasi yang telah baku sesuai dengan kaidah kaidah keilmuan.

Karangnangka 01 Desember 2017

Juguran Banyumasan DONGKOL

Manten Kades Darwati wingi wektu kumpulan PKK nang Balai Desa gari pidato apik banget,rumangsa dadi Ketua PKK.babar blas Kades Karnawi ora kon nyambut apamning pidato, uga sekdese mung dnlohom thok kaya kepoh. Untung Kades Karnawi karo Sekdese Purwanto ora kon ngango klambi wadon.

Ngakune gari pidato paling apik dewek langka sing madani, enggane ana Akademi Orasi nang Bodol TV kayane Darwati dadi juarane..soale angger pidato mlompat-mlompat kaya lagi balapan karung. Gari anggon-anggon mirip kaya putri Salju,

Nini Lastri njangong nang mburi karo mbekayu Mut.mung anthuk gedeg ngungokna pidatone Darwati'
" Ujarku wis tuwa omongane dadi ngemprah !"
"Iya ngakune kaya dadi Kades"
"Domong koh...." Nini Lastri nyengir kuda maring Mbekayu Mut
"Wong ora lumrah pak Kadese ora olih nyambut kaya desane dewek" jawabe Mbkeayu lastri
" Malah sing ora lumrah maning Kadese ndarani Kacung apa Jongos dupeh gemiyen dimodali ning darwati"
Mbekayu Mut sinambi mangan lemper , nyiwit tangane Nini Lastri sing lagi nginang nang bangku mburi'
"Ana apa jaen Mut"
"Hi hi hi wong wis dadi dongko; koh ngakune kaya Kades"
"Brisik Mut....mbok anak wadone ana sing nggrungu" Nini Lastri ngemutna Mbekayu Lastri..
"Darwati..Darwati...Dadi Dongkol ya Dongkol baen aja ngaku dadi Kades....ngimpi ndean" Mbekayu lastri cekikikan tambah aos nggagrake.

Karangnangka 13 April 2017